BANJARNEGARA, poskota.online – Dugaan kasus penganiayaan dan pengeroyokan yang terjadi di Desa Ratamba, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara, pada 12 Februari 2025 kini memasuki tahap rekonstruksi. Peristiwa ini menimpa Aji Setiawan (AS), warga setempat yang sebelumnya telah melaporkan kasus tersebut ke Polres Banjarnegara.
Pihak Polres Banjarnegara melalui surat resmi memanggil korban untuk menghadiri rekonstruksi pada Jumat (29/8/2025) pukul 13.00 WIB di Mapolres Banjarnegara, Jalan Pemuda. Rekonstruksi dilakukan guna memperlancar proses penyidikan dan melengkapi berkas perkara.
Aji Setiawan hadir didampingi kuasa hukumnya dari Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Cabang Banjarnegara. Ia menjelaskan, kasus penganiayaan berawal dari ketersinggungan pelaku terhadap unggahan di media sosial. Peristiwa pengeroyokan terjadi di dekat makam Desa Ratamba dan dilakukan lebih dari satu orang.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Para pelaku yang berinisial T, S, AN, H, dan S kini telah diamankan polisi dan menjalani tahanan titipan penyidik selama 60 hari. Berkas perkara saat ini sudah memasuki tahap P19. Mereka dijerat Pasal 170 KUHP dan subsider Pasal 351 KUHP jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara.
Dalam keterangannya kepada jurnalis, Aji Setiawan menegaskan tidak akan mencabut laporan meski mendapat tekanan.
“Beberapa waktu lalu saya didatangi orang-orang penting, ada yang datang langsung maupun lewat telepon, meminta saya berdamai dan mencabut laporan. Tapi saya tidak mau, karena para pelaku tidak mengakui perbuatannya. Saya ingin kasus ini dilanjutkan sebagai upaya mencari keadilan,” ujarnya.
Aji bahkan mengaku keluarganya sempat mendapat intimidasi di tempat kerjanya, meski tidak ada kaitan dengan kasus tersebut. Hal itu membuat dirinya heran karena sampai pejabat di Banjarnegara ikut mendesaknya untuk mencabut laporan.
Sementara itu, kuasa hukum korban, Harmono SH, MM, CLA, menegaskan bahwa kasus ini merupakan delik umum dan harus diproses sesuai hukum yang berlaku.
“Siapa pun yang melakukan penganiayaan dan pengeroyokan, apalagi di muka umum secara bersama-sama, harus diproses hukum. Tidak boleh ada intervensi. Ini bentuk biadab dan zalim, serta harus menjadi pembelajaran bersama,” tegasnya.
Seorang penyidik Polres Banjarnegara yang enggan disebut namanya membenarkan bahwa rekonstruksi telah dilakukan.
“Tadi sudah dilakukan rekonstruksi, hanya melengkapi berkas saja,” singkatnya melalui pesan WhatsApp.
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat agar tidak main hakim sendiri. Aparat menegaskan, persoalan hukum sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme hukum, bukan dengan tindakan kekerasan.(trd)






