Cilacap – Permintaan audiensi dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau ormas yang berasal dari Distrik Banjarnegara, Jawa Tengah, kepada Kapolres Banjarnegara terkait perkara tanah, menuai sorotan dari kalangan praktisi hukum.
Surat permohonan audiensi tersebut dijadwalkan akan digelar pada Rabu, 29 Oktober 2025, pukul 10.00 WIB, di Mapolres Banjarnegara. Dalam suratnya, LSM tersebut mengklaim sebagai pendamping hukum dari pihak pelapor dan meminta klarifikasi terhadap proses penyidikan kasus tanah yang tengah berjalan.
Namun, langkah itu dinilai melampaui batas kewenangan dan overlapping peran, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. LSM tersebut bahkan menuding adanya dugaan oknum penyidik yang keluar dari pokok perkara, yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai bentuk intervensi terhadap proses hukum.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Praktisi hukum senior asal Cilacap, Suprapto, S.H., M.M., menilai tindakan LSM tersebut sudah tidak tepat secara hukum.
“LSM atau ormas tidak memiliki kapasitas untuk bertindak sebagai pendamping hukum atau meminta audiensi kepada aparat penegak hukum terkait perkara. Itu sudah melampaui batas. Kapolres seharusnya menolak permintaan tersebut,” tegas Suprapto, Sabtu (25/10/2025).
Ia menambahkan, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, tidak disebutkan bahwa ormas atau LSM berwenang melakukan pendampingan hukum terhadap perkara pidana atau perdata.
“Pendampingan hukum hanya dapat dilakukan oleh advokat yang diatur dalam UU Advokat dan KUHAP. Jika LSM mengklaim sebagai kuasa hukum, itu tindakan keliru dan bisa menyesatkan,” tambahnya.
Suprapto yang telah berpraktik sebagai advokat sejak tahun 2000 ini juga mengingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati terhadap pihak-pihak yang mengatasnamakan LSM atau ormas namun bertindak di luar kapasitas hukumnya.
“Dalam sistem hukum Indonesia, yang termasuk aparat penegak hukum hanya empat unsur: hakim, jaksa, polisi, dan advokat. Di luar itu tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi proses hukum,” jelasnya.
Ia pun menegaskan, aparat seperti Kapolres berhak menolak permintaan audiensi dari pihak-pihak yang tidak memiliki kapasitas hukum yang sah.
“Sebagai advokat, saya menilai wajar dan tepat bila permintaan audiensi dari LSM atau ormas terkait perkara hukum ditolak oleh Kapolres,” pungkas Suprapto.





