JAKARTA – Rencana relokasi warga di kawasan Kebon Nanas kembali menimbulkan kekhawatiran, khususnya bagi para pemulung yang tinggal di permukiman RT 15 RW 02, Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Warga menilai relokasi ke rumah susun berpotensi menghilangkan mata pencaharian mereka yang selama ini bertumpu pada aktivitas memilah sampah langsung dari tempat tinggal.
Sebagian besar warga yang menghuni lahan tersebut bekerja sebagai pemulung dan setiap hari mengumpulkan botol plastik, kardus, serta barang bekas lain untuk dijual. Aktivitas itu dilakukan di sekitar area permukiman, sehingga relokasi ke unit rumah susun yang sempit dinilai tidak memungkinkan mereka melanjutkan pekerjaan.
“Kami kerja nyari botol Aqua setiap hari lalu dipilah di rumah. Kalau dipindah ke rumah susun, nggak ada tempatnya. Kita pemulung itu butuh lahan,” ujar Emo, perwakilan warga yang datang ke Balai Kota DKI Jakarta untuk mencari kejelasan, Kamis (27/11/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak Menolak Relokasi, Asal Tidak Hilangkan Mata Pencaharian
Emo menegaskan bahwa warga tidak menolak relokasi apabila terbukti bahwa legalitas tanah telah sepenuhnya dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, ia meminta agar pemerintah memberikan solusi yang sesuai kondisi ekonomi warga, termasuk mempertimbangkan lokasi tempat bekerja dan sekolah anak-anak.
“Kalau memang tanah itu sudah milik DKI secara legalitas, ya kita nurut. Tapi kalau dipindah jauh, anak sekolah jadi susah, kerjaan juga susah,” katanya.
Menurut warga, mereka telah tinggal puluhan tahun di lokasi tersebut berdasarkan izin lisan dari pihak yayasan pemilik tanah sebelumnya. Hal itu membuat mereka merasa memiliki dasar moral untuk tetap tinggal hingga ada solusi yang layak dan sesuai kebutuhan.
Warga Minta Relokasi Tidak Sepihak
Warga lainnya, Edi, menyampaikan bahwa permukiman yang dihuninya bukan sekadar tempat tinggal, melainkan sekaligus lokasi bekerja.
“Mata pencaharian kami juga di situ. Saya tidak mau dipindahkan dulu karena anak saya masih sekolah,” ujarnya.
Edi dan warga lain juga menyoroti informasi mengenai rencana relokasi dua pekan yang mereka baca melalui media sosial. Menurut mereka, pemberitahuan itu terasa sepihak karena tidak ada diskusi langsung dengan warga.
100 KK Minta Dialog Terbuka
Dengan jumlah warga mencapai sekitar 100 kepala keluarga, mereka berharap Pemprov DKI membuka ruang dialog terbuka, memberikan kejelasan status tanah, sekaligus menyiapkan solusi relokasi yang tidak memutus akses pekerjaan dan pendidikan anak-anak mereka.
Warga menegaskan bahwa mereka siap mengikuti aturan pemerintah, namun meminta relokasi yang mempertimbangkan kondisi ekonomi mereka sebagai pemulung yang membutuhkan ruang untuk memilah barang bekas.






