poskota.online – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku melepasliarkan 20 satwa ke habitat aslinya di kawasan konservasi Suaka Alam (SA) Gunung Sahuwai, Kabupaten Seram Bagian Barat, pada Sabtu (26/11/2022). Satwa yang dilepasliarkan terdiri dari 6 (enam) ekor Kakatua Maluku (Cacatua moluccensis), 2 (dua) ekor Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus), 4 (empat) ekor Nuri Maluku (Eos bornea), 7 (tujuh) ekor Walik Kembang (Ptilinopus melanospilus) dan 1 (satu) ekor Ular Sanca Kembang (Python reticulatus).
Kepala Balai KSDA Maluku Danny H. Pattipeilohy menjelaskan satwa-satwa yang dilepasliarkan tersebut merupakan satwa hasil kegiatan pengamanan peredaran TSL petugas Polhut Balai KSDA Maluku di wilayah Pelabuhan Laut Tulehu dan Pelabuhan Laut Yos Sudarso Ambon, translokasi dari Balai Besar KSDA Jawa Timur, rescue satwa Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Ambon dan penyerahan dari masyarakat yang berada di Kota Ambon.
“Kegiatan pelepasliaran satwa merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mendukung Role Model Balai KSDA Maluku dalam upaya penanganan jaringan peredaran TSL ilegal di Kepulauan Maluku,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Danny juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh staf dan stakeholder yang sudah bersedia terlibat dalam kegiatan pelepasliaran satwa liar endemik Kepulauan Maluku ini khususnya satwa-satwa endemik Pulau Seram seperti burung Kakatua Maluku (Cacactua moluccensis) dan Nuri Maluku yang penyebaran dan habitat alaminya hanya dapat ditemui di wilayah Kepulauan Maluku seperti Pulau Seram dan Pulau Buru.
Pada kegiatan pelepasliaran satwa ini, turut dihadiri dan disaksikan oleh Kepala Dusun Taman Jaya serta beberapa masyarakat yang berada di sekitar kawasan konservasi SA. Gunung Sahuwai.
Membutuhkan waktu dan proses yang panjang hingga akhirnya satwa-satwa tersebut siap dan layak untuk dilepasliarkan ke habitat aslinya. Diharapkan satwa-satwa yang dilepasliaran ini dapat cepat beradaptasi dan berkembang biak di lingkungan barunya, sehingga akan berdampak pada peningkatan populasi dan keragaman jenis satwa yang ada di kawasan konservasi SA. Gunung Sahuwai.
Sebelum dilepasliarkan di habitat aslinya, satwa-satwa yang dilepasliarkan tersebut sudah terlebih dahulu menjalani proses karantina, rehabilitasi dan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan di Kandang Pusat Konservasi Satwa Kepulauan Maluku. Pemeriksaan kesehatan satwa meliputi kondisi satwa (sehat fisik dan bebas dari penyakit) serta pemeriksaan sifat atau karakter liar satwa, sehingga dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa satwa-satwa yang dilepasliarkan tersebut dalam kondisi yang sehat, liar dan bebas dari virus pembawa penyakit.
Sebagai informasi, burung Kakatua Maluku (Cacatua moluccensis), Nuri Bayan (Eclectus roratus), Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus), Nuri Maluku (Eos bornea), Walik Kembang (Ptilinopus melanospilus) dan Ular Sanca Kembang (Python reticulatus) adalah satwa liar yang statusnya dilindungi undang-undang dan merupakan salah satu jenis satwa endemik Kepulauan Maluku dengan penyebaran alaminya berada di wilayah Pulau Ambon, Pulau Seram dan Pulau Buru.
Dipilihnya kawasan konservasi SA. Gunung Sahuwai di Kabupaten Seram Bagian Barat sebagai lokasi pelepasliaran satwa dikarenakan kawasan konservasi tersebut merupakan salah satu habitat asli dari satwa-satwa yang dilepasliarkan, selain itu kondisi kawasan hutan yang masih terjaga dengan jumlah pohon dan sumber pakan yang melimpah serta kondisi sosial masyarakat sekitar yang sadar akan pentingnya kelestaraian SDA menjadikan lokasi tersebut sangat cocok dan aman untuk dijadikan lokasi pelapasliara satwa. Diharapkan dengan dilakukan pelepasliaran satwa endemik Kepulauan Maluku di wilayah ini akan menjadi contoh kepada masyarakat untuk turut serta menjaga sumber daya alam (SDA) khususnya satwa endemik Pulau Seram agar tidak punah dari habitat aslinya.(red)