Jakarta, 17 November 2025 — Suasana Senayan pada Senin pagi tampak berbeda. Dua puluh anggota Jaringan Petani Persada Nusantara (JPPN) melangkah mantap memasuki kompleks DPR RI, mengenakan seragam kebanggaan mereka. Mereka datang bukan sekadar menghadiri agenda formal, melainkan membawa suara petani dari seluruh penjuru Indonesia dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait revisi UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan di Komisi IV DPR RI.
Rombongan dipimpin oleh PIC Ali, yang tiba bersama anggota JPPN lainnya tepat pukul 09.00 WIB. Wajah-wajah penuh harapan tampak dari para anggota: Hasrat Tanjung, Ali Akbar, Sudarti, Eko, Santiamer Silalahi, Rita Anggraeni, Rudi Haryanto, Nishal, Bu Yeni, H. Sardi, Hendra Gustar, Hj. Berty Yusminar SPdI, H. Yusuf Syam, Marfiyanti, Dewi, hingga Husnul dari Banten. Mereka datang membawa kisah dari sawah, ladang, dan kebun yang setiap hari mereka rawat, menjadi tulang punggung pangan bangsa.
Memasuki ruang sidang, atmosfer formal DPR berpadu dengan energi masyarakat akar rumput. Dalam penyampaiannya, JPPN menegaskan bahwa revisi RUU Pangan harus lebih memberi ruang kepada pangan lokal, memperluas akses petani terhadap pasar, memperkuat kelembagaan pangan, dan memberikan perlindungan sistemik demi kesejahteraan petani. Mereka mengingatkan bahwa ketahanan pangan tidak dapat dibangun hanya dengan regulasi tertulis, tetapi harus selaras dengan realitas lapangan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
JPPN juga menyoroti pentingnya diversifikasi pangan, stabilisasi harga, serta penguatan peran Badan Pangan Nasional agar kebijakan tidak tumpang tindih. “Petani tidak membutuhkan bantuan sesaat, tetapi payung hukum yang benar-benar berpihak,” tegas perwakilan JPPN dalam forum tersebut.
Kehadiran JPPN memberi kesan kuat bagi anggota Komisi IV: bahwa petani bukan hanya objek kebijakan, melainkan subjek penting yang harus dilibatkan dalam penentuan arah masa depan pangan Indonesia. Suara mereka adalah suara rakyat, suara tanah Nusantara.
Usai RDPU, beberapa anggota JPPN terlihat tersenyum lega. Ada rasa bangga dan optimisme bahwa perjuangan mereka memasuki babak baru. Perjalanan ke Senayan bukanlah akhir, melainkan langkah maju untuk memastikan revisi RUU Pangan benar-benar mencerminkan kebutuhan jutaan petani dari Sabang hingga Merauke.
Mereka pulang dengan satu harapan besar—bahwa undang-undang yang lahir kelak tidak hanya menjadi teks hukum, tetapi menjadi pelindung kehidupan para petani, penjaga pangan negeri ini.






