poskota.online – Indonesia mendapat predikat sebagai negara super power dalam pengendalian perubahan iklim. Hal itu diungkap oleh Alok Sharma Presiden Konferensi Perubahan Iklim Dunia (COP) ke 26 di Glasgow Inggris akhir tahun 2021. Predikat ini menjadi semangat Indonesia untuk terus meningkatkan aksi-aksi iklim demi menjaga suhu bumi tidak meningkat lebih dari 2 derajat Celcius.
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanti menyebutkan di tahun 2022 telah terbit dokumen IPCC yang baru Assesment Report (AR6) yang menjelaskan bahwa dampak terhadap lingkungan dan ekosistem akibat kenaikan suhu 2 derajat celcius itu jauh sekali melampaui yang diprediksikan.
“Oleh karena itu jika kita semua tidak bisa menjaga kenaikan suhu ini kita akan kehilangan banyak sekali ekosistem penting,” ujarnya pada acara Refleksi Kinerja KLHK Tahun 2022, di Jakarta, Kamis (29/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menilik kondisi Global di tahun 2022 tantangan pengendalian perubahan iklim menjadi cukup berat karena terpengaruh berbagai krisis akibat konflik Geopolitik Global. Di tengah kondisi yang kurang baik tersebut Indonesia tetap dapat menunjukkan komitmen globalnya melalui contoh-contoh nyata (leading by examples) dalam mengatasi perubahan iklim dengan meningkatkan ambisi iklim.
Beberapa prestasi dari peningkatan ambisi iklim yang diraih di tahun 2022 antara lain: (1) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang anggota G20 yang mempunyai kebijakan FOLU net-sink 2030, (2) Indonesia merupakan salah satu dari 39 negara yang meningkatkan ambisi Nationally Determined Contribution (NDC)nya melalui Enhanced NDC per 23 September 2022 dengan peningkatan target penurunan emisi GRK Indonesia dengan kemampuan sendiri menjadi 31,89% dan target dengan dukungan internasional menjadi 43,20%.
Kemudian ke (3) Saat ini Indonesia adalah satu-satunya negara penerima Result Based Payment (RBP) REDD+ dari GCF (USD 103 Juta), Norwegia (USD 56 juta) dan FCPF (USD 20,9 juta), Komitmen total BioCF (USD 70 juta) dan FCPF (USD 120 juta), (4) Indonesia merupakan salah satu negara yang mengajukan dan memperbarui komunikasi adaptasi secara berkala. (5) Indonesia merupakan salah satu negara yang mengeluarkan peraturan Carbon Pricing yang meliputi Artikel 5 dan Artikel 6 Persetujuan Paris, serta yang terbaru (6) Indonesia telah meratifikasi Amandemen Kigali lewat Peraturan Presiden No. 129 tahun 2022 yang menjadikan HFC sebagai komitmen gas baru dalam NDC Indonesia.
Pada target penurunan emisi Indonesia, berdasarkan hasil Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) Nasional, sejak tahun 2020 Indonesia telah mampu mengendalikan GRK jauh di lebih besar dari yang dikomitmenkan baik skenario dengan upaya sendiri (CM 1) maupun skenario dengan bantuan internasional (CM 2).
“Hasil Inventarisasi ini menunjukan dari tahun ke tahun Indonesia telah mampu mengendalikan emisi gas rumah kaca bahkan di bawah skenario CM 2. Tapi itu bukan berarti kita kemudian tidak memperjuangkan agar negara-negara maju memenuhi komitmennya, kita tetap menuntut tapi kita tetap melakukan upaya-upaya lainnya yang cukup keras,” ujar Laksmi.
Komitmen Global Indonesia dalam menurunkan emisi juga diimplementasikan secara lokal di tingkat tapak dengan melibatkan masyarakat, salah satunya lewat Program Kampung Iklim (Proklim) yang ditargetkan pada 2024 akan terbentuk 20.000 unit kampung iklim di seluruh Indonesia. Hingga saat ini telah dibentuk sekitar 4.218 unit Proklim, khusus tahun 2022 terbentuk Proklim di 424 lokasi dengan estimasi menurunkan emisi karbon sebesar 301.144,26 Ton CO2 eq. Untuk mempercepatnya kedepan seluruh upaya-upaya atau intervensi iklim yang dilakukan desa akan dirangkul ke dalam Proklim.
“Proklim bertujuan meningkatkan ketahanan iklim, tapi pada saat yang bersamaan Proklim juga menyumbang kepada penurunan GRK di Indonesia, jadi tidak hanya dari kegiatan besar oleh perusahaan-perusahaan besar, tetapi masyarakat di tingkat tapak juga ikut berkontribusi menurunkan emisi, dan seluruh kegiatan ini akan tercatat dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim atau SRN” tutur Laksmi.
Penurunan emisi karbon juga dicapai dari upaya pengendalian bahan perusak ozon. Di tahun 2022 Indonesia berhasil merealisasikan penurunan sebesar 120.45 odp (ozone depletion potential). “Ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan baseline yang ditetapkan Protokol Montreal sebesar 252.45 odp,” imbuh Laksmi.
Kemudian dari pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), berdasarkan hasil perhitungan tahun 2022 (hingga November 2022) dibandingkan tahun 2021 terjadi penurunan 43% akumulasi luas karhutla atau kurang lebih seluas 152.797 Ha
“Kedepannya kami akan selalu mengembangkan, memperbaharui, dan memperkuat aksi-aksi iklim melalui seluruh sistem pendukung pengendalian perubahan iklim yang ada di Indonesia melalui koordinasi yang dikepalai oleh Menteri LHK,” pungkas Laksmi.(red)