Batam,Poskota.Online-Sebanyak 21 Anak Buah Kapal (ABK) MT Arman yang diturunkan dari kapal ke Hotel Grand Sidney tertanya atas permintaan nakhoda kapal MAM yang saat ini berstatus terdakwa dan sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Batam.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum MAM
Pahrur Roji Dalimunthe kepada Pos Kota.Online Senin 13 Mei 2024 di Batam Centre. Menurutnya, keputusan ini diambil oleh MAM mengingat, ke-21 awak kapal tersebut sudah berada di atas kapal selama 1 tahun lebih, selama itu pula mereka tidak bisa bertemu dengan keluarga sehingga dan sebagian tidak mendapatkan gaji, serta hal lain yang dianggap membahayakan terhadap barang bukti berupa MT Arman itu sendiri.
“Ini keputusan nakhoda MAM dengan pertimbangan seperti yang diutarakan diatas, dirinya sebagai pemegang kewenangan penuh atas MT Arman harus mengambil langkah demi kebaikan para awak kapal,” ujar Dalimunthe.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikatakannya, peristiwa duka sudah terjadi terhadap salah satu awak kapal yaitu meninggalnya seorang awak kapal beberapa waktu lalu karena sakit, sedangkan tiga lainnya telah dipulangkan ke negara asalnya.
“Apa yang mau di persoalkan tentang turunnya awak kapal ini, nakhoda memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan atas keselamatan kapal dan awak kapal. Dan permintaan penurunan awak itu dari nakhoda bukan Bakamla, lagian mereka adalah manusia merdeka dan tentunya perlu dilindungi hak-haknya, apa harus menunggu ada yang meninggal lagi“ tambah pria berperawakan gelap dan tegap namun tidak menghilangkan kesan santunnya.
Dia menjelaskan, Hukum Internasional menegaskan, kapten adalah penguasa dan pengendali atas kapal, termasuk penyusunan dan penurunan anak buah kapal (IMO Conventions, UU Pelayaran Indonesia, KUHD).
“Sehingga secara hukum, nahkoda berwenang untuk memerintahkan awak kapal untuk turun, dan kembali ke negara asal dan bertemu keluarga, atas dasar hukum dan kemanusiaan,” sebut Pahrur Roji Dalimunthe, Senin (13/5/2024).
Bahwa penurunan awak kapal juga dilakukan karena Kapten MAM, merupakan pihak yang berwenang untuk melakukan perawatan barang bukti, berdasarkan surat perawatan barang bukti dari Penyidik KLHK.
“Dan mengingat kapal ada di wilayah kelautan Kepulauan Batam, maka Kapten meminta secara resmi bantuan Bakamla Batam untuk mengawal penurunan ABK oleh Kapten Kapal,” lanjutnya.
Bahwa persiapan pemulangan awak kapal dilakukan karena saat ini agenda persidangan sudah masuk pada tahap penuntutan, artinya secara hukum seluruh kru sudah tidak diperlukan dalam pembuktian, sehingga bisa secara hukum berhak untuk turun dan kembali ke negara asal.
“Justru siapapun yang melarang mereka kembali ke negara asal adalah tindakan melawan hukum karena merampas hak asasi manusia para kru yang dijamin deklarasi HAM PBB,” katanya.
Permasalahan saat ini kata dia, ketika KLHK tidak menyerahkan dokumen Imigrasi milik awak kapal kepada Jaksa Penuntut Umum.
“Kapten Kapal ingin memulangkan kru ke negaranya, akan tetapi KLHK tidak mau paspor ABK walaupun sudah berulang kali diminta oleh Kapten Kapal MT Arman,” ujarnya.