Poskota.online – Selama negara ini didirikan, tranformasi Kesehatan kita masih dianggap 30 tahun lebih tertinggal dari Singapura , sejak proses digitalisasi industry 4.0 maka semua ilmu dan tehnologi yang berkembang secara global lebih bisa kita nikmati dan setara, bahkan ilmuwan Indonesia dan praktisi Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan praktisi luar negeri, namun akibat system dan manajemen yang parsial maka masalah Kesehatan dan upayanya belum maksimal sesuai kebutuhan dan jamannya.
Itulah yang disebut mutu dalam kemutakhiran, maka semua legalitas bidang Kesehatan harus mengikuti pola global yang disepakati bersama, bahwa semua manusia ingin sekali mendapatkan akses Kesehatan sesuai perjuangan dan taraf Pendidikan di daerahnya masing-masing.
Pengambilan keputusan politik bidang kesehatan sangat berpengaruh dan berimplikasi pada derajat kesehatan Masyarakat, maka kemajuan system saat ini dibandingan jaman dahulu sebenarnya pasti lebih baik, Cuma implikasi kemajuan maka banyaknya orang yang merasa berpendidikan membuat asumsi diluar kompetensinya di bidang Kesehatan. Maka parsial atensi yang terus menerus ini mengakibatkan Masyarakat tidak fokus untuk membangun Bersama system Kesehatan apalagi jika dikaitkan dengan politik praktis.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Saya pernah ditanya sejawat seangkatan dr spesialis mata, Ketika saat tahun 2004 saya mencoba berjuang masuk poltik praktis dengan mendaftarkan diri menjadi Calon Anggota dewan ,karena merasa jika jadi anggota dewan saya bisa mencurahkan dan berjuang untuk Kesehatan secara regulasi sehingga efisiensi kebijakan Kesehatan bisa saya curahkan dalam implementasi perundangan dan pemerintahan. Demikian pula aktifitas saya di sosial tidak pernah pupus sampai sekarang untuk terus memberikan pendapat yang arif dengan cara menulis dalam semua keterbatasan.
Sejawat mata dan urologi tidak merasa nasibnya lebih baik sekarang karena disaat penetapan nilai Tindakan jasa para spesialis dalam codeing klaim BPJS besar karena disaat itu dirjen pelayanan Kesehatan dan Menteri Kesehatan dari kalangan mereka, maka praktek operasi katarak bisa lebih besar dari jasa klaim operasi sesar bagi sejawatnya di Obstetry Gynaecology. Atau operasi modern turp yang meggunakan alat tidak lebih sulit dari effort seorang bedah umum untuk melakukan appendectomy, sampai sekarang pemerintah melalui BPJS juga tidak memperdulikan jasa medis secara terpisah dengan klaim BPJS yang menyebabkan seorang direktur harus mampu mensubsidi silang pendapatan para dokter, dan itulah strategi politik Kesehatan.
Konflik dibuat dari akar rumput agar semua mempunyai fungsi control Tarik menarik kepentingan. Maka tidak heran jika dokter anesthesi ahli ICU akan marah Ketika hanya mendapatkan jasa visite sementara klaim ICU tinggi. Sebenaranya jika regulasi itu dipahami , kesenjangan pola pikir pekerja Kesehatan juga sudah memahami hal tersebut, namun apakah itu dipelajari di dunia Kesehatan? Yang mempelajarinya hanya aktivis mahasiswa yang secara ekstra mau belajar sosioantropology lingkungannya saat dia juga berjuang saat mengenyam Pendidikan.
Politik kesehatan (health politics) merupakan bidang studi yang bersifat interdisipliner terkait dengan analisis dan eksplorasi mengenai pengaruh aspek sosial dan politik, baik terhadap kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat secara umum, ini memerlukan pemahaman dan jam kerja tinggi terhadap permasalahan konflik didunia Kesehatan, karena kebanyakan manusia itu egois, maka kepentingan sendiri dan kelompoknya sering dilegitimasi sebagai kepentingan sosial di arus bawah, manusia cenderung menuduh pesaingnya mempraktekan KKN sementara sedang saat dia menjabat maka praktek KKN telah muncul segera dari hasil koalisi saat berjuang, padahal mereka malu mengakui ketidakbecusannya, dan memaksakan diri berkuasa dengan pengalaman dan ilmu yang minimal untuk melaksanakan kebijakan bagi kesejahteraan Bersama.
The Political Nature of Medicine yang dibukukan oleh Ghilardi dkk (2020) dalam, menyatakan, politik kesehatan adalah disiplin gabungan antara kesehatan masyarakat dan sosiologi, fenomenologi, dan kebijakan publik. Jadi, seperti banyak bidang interdisipliner lain, menggabungkan pendekatan dan metodologi berbagai bidang studi atau interseksionalitas. Ia mambuat buku tersebut agar manusia yang berkecimpung di dunia kesehatan menyadarkan bagaimana kekuatan politik berperan dalam menentukan pengambilan kebijakan di bidang kesehatan di suatu negara, maka negara, selalu ada regulasi berupa undang-undang (UU) tentang kesehatan dan berbagai peraturan terkait dengan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pembiayaan kesehatan.
Dan ini sekarang tercantum di UU Omnibuslaw yang banyak dikritik, namun si pengkritik tidak mampu membuat aturan yang lebih baik , karena tidak mempunyai jalur kekuasaan, sementara yang berada di lingkungan kebijakan menjadi tidak pernah memandang jernih masalah karena kesibukan tugas seremonial Kesehatan yang dijalaninya ditambah lebih sering pejabat mencari popularitas dan pengaruh untuk keberlanjutan karirnya.
Politik kesehatan mempunyai pemahaman yang luas tentang kesehatan individu, masyarakat, hingga ke dimensi global. Regulasi terhadap pengaturan tenaga kesehatan, investasi asing bidang kesehatan, dan regulasi tentang masuknya dokter asing atau tenaga kesehatan asing ke suatu negara tidak terlepas dari politik kesehatan negara tersebut. Kesehatan adalah politik karena seperti halnya komoditas dalam sistem ekonomi neoliberalisme, beberapa kelompok sosial mempunyai lebih dari kelompok lain.
Kesehatan memerlukan ilmu politik karena determinan sosialnya (social determinants) mudah diterima dalam intervensi politik karena biasanya sangat bergantung pada tindakan politik dan karena standar kehidupan yang layak dan kesejahteraan harus menjadi aspek kewarganegaraan dan hak asasi manusia, maka ilmu Kesehatan merupakan propaganda untuk para politikus untuk mendapatkan kekuasaan.
Sebenarnya didalam unit pelayanan Kesehatan di sebuah faskes Kesehatan seperti rumah sakit banyak sekali politik yang juga di Tingkat rendah dipraktekan, demo kepada kebijakan direktur, membuat koloni seakan mempunyai kepentingan Bersama, merasa bisa lebih baik mengendalikan ekosistem didalamnya, mencampuradukan berbagai strata tradisi dan religi yang sebenaranya bukan fardhu nya dalam ilmu Kesehatan, etikomedicolegal yang dicampur dengan ketidaksenangan dan keiridengkian selalu saja dipraktekan di Tingkat rendah pelaksana dengan berghibah sampai politik Tingkat tinggi perebutan kekuasaan ingin menjadi direktur atau ingin menguasai Perusahaan atau Yayasan dengan mendeskreditkan perbedaan pendapat sebagai kelatahan Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
Kita mengartikan Kesehatan secara definisi diartikan sebagai kondisi umum seseorang dalam semua aspek. Menurut WHO, definisi kesehatan adalah kesehatan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial; dan bukan hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan. Sementara M Arsyad Rahman (2023) bahkan mendefinisikan kesehatan sebagai kemampuan individu dalam menjaga, merawat, dan meningkatkan status kesehatannya secara terus-menerus sampai akhir hayat.
Dalam mengatur politik Kesehatan agar perbedaan bisa mencapai solusi maka pemerintah membuat kebijakan . Pemerintah membuat aturan dalam dalam politik kesehatan, antara lain:
a. peraturan pemerintah di bidang kesehatan meliputi UU, peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan menteri, peraturan daerah baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota.
b. kebijakan pemerintah dalam bentuk program, yaitu segala macam aktivitas pemerintah, baik terencana maupun yang dilaksanakan secara insidental, yang bertujuan
0
Dalam UUD 1945, Pasal 28 berbunyi: ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan negara wajib untuk menyediakannya”. Dalam tanggung jawabnya kemudian negara bertanggung jawab terhadap kesehatan semua rakyatnya. Berbagai regulasi telah diterbitkan, misalnya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pelaksanaan dilapangan sering ada kendala dan diperlukan perbaikan-perbaikan serius sehingga efisiensi dan pelayanan Kesehatan paripurna bisa terealisasi.
Keputusan politik di bidang kesehatan berpengaruh dan berimplikasi pada derajat kesehatan masyarakat secara umum. Sejumlah pasal di uu omnibus law Kesehatan memang terkesan Sebagian tidak memihak bangsa dan memproteksi pekerja Kesehatan karena rentan terhadap persaingan global, meski kompetensi tenaga Kesehatan Indonesia tinggi, namun jika digerus dengan tenaga asing pastinya devisa akan bergeser, sebenaranya tenaga Indonesia juga berhak untuk bekerja di luar negeri.
Tergerusnya peran dan independensi kolegium dalam proses Pendidikan, bagi sebagian penganut konvensional akan menyangsikan output kualitas maupun kompetensi, versus tehnologi yang smakin maju dan kebutuhan Masyarakat yang sejak dulu juga selalu mencari pengobatan alternatif yang jika tidak dikelola memang tumbuh menjamur tanpa aturan dan pengawasan ,ditambah tenaga alternatif sering tidak terdaftar dan tidak membayar pajak.
Penghapusan pembiayaan kesehatan minimal yang wajib dipenuhi oleh negara (mandatory health spending), yakni 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), seperti dalam mandat UU Kesehatan Tahun 2009 dengan alasan anggaran yang lain untuk menjamin peningkatan derajat harapan hidup. Padahal penghapusan mandatory health spending sangat berpotensi menurunkan angka harapan hidup (AHH), Dimana Indonesia saat ini masih tergolong rendah di antara negara ASEAN, yakni 68,25 tahun. Sebagai perbandingan, Singapura 84,13 tahun, Thailand 79,68 tahun, dan Malaysia 78,26 tahun di tahun 2022, sementara target tahun 2045 AHH penduduk Indonesia adalah 82 tahun.
Pola tenaga Kesehatan dan Masyarakat dalam menanggapi penyakit masih instant Dimana paradigma reactive medicine membuat kita baru bersikap dan bertindak panik setelah ada masalah atau menemukan penyakit. Maka Menteri Kesehatan yang mewakili kebijakan dan politik Kesehatan harus memahami saatnya beralih ke preventive medicine yang dalam pelayanan kesehatan mengutamakan pencegahan penyakit dan perawatan Kesehatan dengan mendorong mobilisasi aktif cara hidup sehat.
Masyarakat terbuai dengan cara hidup hedonism dengan kebanggaan memakan berbagai kreasi makanan yang kebanyakan adalah fast food dan tidak sehat, serta malas bergerak karena adanya layanan antar, sehingg gaya hidup berubah sementara pengetahuan tentang Kesehatan meningkat, akibatnya pemerintah yang menanggung system Kesehatan terbebani sendiri. Ini karena masih banyak pejabat Kesehatan memenuhi target kinerja secara normative tidak menciptakan efisiensi dari pola dan jenis penyebab penyakit di ekositem daerah dan wilayah kekuasaannya. Akhirnya Masyarakat yang sejak lama terbiasa aktif menerima pelayanan kesehatan, tetapi pasif dalam mengelola kesehatan dirinya sendiri, keluarga, dan lingkungannya. Karena itu, sangat diperlukan politik dan kebijakan kesehatan yang tepat untuk mencerdaskan masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit dan memelihara kesehatan.
Pejabat pemerintah harus melakukan pendekatan pembuatan kebijakan yang secara sistematis mempertimbangkan implikasi kesehatan dari keputusan lintas sektor, mencari sinergi dan menghindari dampak kesehatan yang merugikan dari kebijakan di luar sektor kesehatan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan pemerataan kesehatan. Sejalan dengan prinsip Alma Ata, Piagam Ottawa, Laporan Determinan Sosial Kesehatan, dan Deklarasi Politik Rio tentang Determinan Sosial Kesehatan, Kesehatan dunia dalam Semua Kebijakan adalah pendekatan kolaboratif yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dengan memasukkan sudut pandang kesehatan ke dalam pengambilan keputusan lintas sektor dan bidang kebijakan.
Pendekatan ini juga membangun kapasitas profesional kebijakan kesehatan untuk mengenali dan mendukung tujuan pembangunan sektor lain, dengan mengakui sifat saling ketergantungan dari pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Ada konsensus luas bahwa kesehatan individu atau populasi tidak hanya dipengaruhi oleh upaya sektor kesehatan formal; sebaliknya, kesehatan juga ditentukan oleh kondisi kehidupan sehari-hari serta masukan, disengaja atau tidak, dari berbagai pemangku kepentingan dan kebijakan.
Pengakuan bahwa hasil kesehatan dan ketidakadilan dalam kesehatan melampaui sektor kesehatan di banyak sektor sosial dan pemerintah telah menyebabkan munculnya perspektif kebijakan komprehensif yang dikenal sebagai Politik dan strategi Kesehatan.
Pendekatan kolaboratif terhadap kebijakan publik lintas sektor yang secara sistematis mempertimbangkan implikasi kesehatan dari suatu keputusan, mencari sinergi, dan menghindari dampak kesehatan yang merugikan guna meningkatkan kesehatan masyarakat dan pemerataan Kesehatan, namun karena kesibukan yang sering dilaksanakan secara parsial maka industry 4.0 dengan media sosial yang sangat terbuka menjadikan paparan Continuous Partial Attension para pejabat dan pelaksana kebijakan seperti menjadi hilang arah dan terus lebih focus pada isyu bukan penyelesaian.
Politik kesehatan global telah muncul selama dua dekade terakhir sebagai bidang studi interdisipliner yang unik, yang meskipun batas-batasnya belum ditetapkan, mulai menunjukkan tanda-tanda kematangan. Bidang ini berkaitan dengan tindakan, praktik, dan kebijakan yang mengatur bidang kesehatan global. Kemunculannya kemudian terkait erat dengan rekonseptualisasi kesehatan sebagai sesuatu yang global. Bidang ini tidak hanya membahas proses pengambilan keputusan, tetapi juga struktur kekuasaan yang membentuk apa yang mungkin dan persyaratan bagi tindakan kolektif untuk mengatasi masalah global.
Jika politik kita tidak sehat, Dimana pemahaman kalah menang dalam strategi kebijakan didalam pemerintah dan bagaimana pemenangan dan kekalahan selesai tanpa kericuhan itulah yang membuat system Kesehatan juga akan berkeseinambungan atau tidak. Politik tidak dapat dihindari, diperlukan, dan integrasi untuk mengatasi tantangan kesehatan global secara efektif harus dipelajari sesuai kesiapan sosioantropologi budaya kita. Oleh karena itu, studi politik kesehatan global bukanlah tentang cara meminimalkan campur tangan dalam pengambilan keputusan yang rasional, tetapi lebih kepada menjelaskan dan meningkatkan kualitas lembaga dan proses politik yang pada gilirannya akan meningkatkan tindakan dan hasil kesehatan global, karena jaringan industry 4.0 telah memapar seluruh dunia, maka mau tidak mau paparan pola Kesehatan global akan lebih cepat mempengaruhi usaha dan Upaya Kesehatan ditiap negara.
Masyarakat dan pejabat harus mengerti secara mendasar bahwa pemahaman tentang sifat politik dan cara kerja kekuasaan jangan sampai membuat sakit hati, usaha manusia untuk menyehatkan diri dan lingkunganya harus terus diprioritaskan meski sekacau apapun poltik disuatu negara. Bidang politik kesehatan ini membutuhkan pengetahuan dan teknik dari berbagai disiplin ilmu, yang saling bersinggungan untuk menghasilkan pemahaman yang lebih lengkap daripada yang dapat diberikan oleh satu disiplin ilmu. Hasilnya pada hakikatnya bersifat multi dan interdisipliner, ditandai oleh pluralisme metodologis dan beragam perspektif teoritis.
Jika sudah memahami masalah politik, maka pejabat dan aktifis Kesehatan harus paham Diplomasi kesehatan global dimulai dengan pengakuan bahwa intervensi kesehatan internasional yang paling efektif dilakukan dengan kepekaan terhadap perbedaan historis, politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Diplomasi ini berfokus pada interaksi globalisasi, saling ketergantungan ekonomi, keadilan sosial, dan kepentingan pribadi bangsa-bangsa yang tercerahkan. Diplomasi kesehatan global dapat membantu menjaga perdamaian dan stabilitas ekonomi di dunia yang mengglobal, tetapi keterampilan yang diperlukan untuk upaya ini tidak diajarkan dalam kurikulum ilmu kesehatan standar atau di akademisi, maka jam terbang turun ke bawah untuk menemukan akar masalah sosioantropologi Masyarakat di bidang Kesehatan sampai pengalaman mengikuti kegiatan diluar negeri untuk branch mark diperlukan oleh pemegang kebijakan , sehingga penanganan parsial isyu politik Kesehatan bisa dikeluarkan secara arif sehingga politik Kesehatan tidak membuat kegaduhan meski dunia di era liberalisasi, sehingga Kesehatan menjadi bisnis oriented.
Ketrampilan diplomasi Kesehatan suatu bangsa di era Global tidak lepas dari bebas aktifnya suatu negara dan keberanian menolak apa mengikuti aturan dunia, versus kolaborasi dunia global yang ditandatangani dan disepakati oleh seluruh pimpinan dunia disaat bertemu membahas Kesehatan. Ia secara langsung memengaruhi keberhasilan kerja sama kesehatan internasional, baik dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan atau kerja sama selatan-ke-selatan. Diplomasi kesehatan global dapat menjadi jalur penting untuk memastikan tata kelola global yang baik dan hubungan internasional yang lebih baik di antara negara-negara besar dan antara negara-negara besar tersebut dengan negara-negara berkembang. Diplomasi kesehatan global dapat menjadi mekanisme untuk mencegah konflik dan meningkatkan kesehatan, perdamaian, solidaritas, kemajuan ekonomi, dan kerja sama multinasional.(Agus Ujianto)






