Pemalang, Jawa Tengah — Puluhan wartawan dari berbagai media di Kabupaten Pemalang mendatangi lokasi konser Denny Caknan “Melepas Penat” di Terminal Induk Type A Pemalang, Kamis (30/10/2025). Mereka memprotes tindakan pihak Event Organizer (EO) Shaolin Musik yang dinilai menghalangi liputan dan melecehkan profesi wartawan.
Insiden bermula ketika sejumlah jurnalis lokal berupaya melakukan peliputan di area konser. Namun, panitia acara disebut menolak kehadiran wartawan lokal Pemalang dengan alasan sudah bekerja sama dengan beberapa media tertentu.
“Kami tidak menerima wartawan lokal Pemalang. Dari pihak kami sudah bekerja sama dengan beberapa wartawan,” ujar salah satu panitia acara ketika dikonfirmasi awak media di lokasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari awak media Pemalang. Dalam waktu singkat, jumlah wartawan yang datang ke lokasi bertambah hingga puluhan orang dan mendatangi pintu utama konser untuk meminta penjelasan. Adu argumen pun tak terhindarkan antara para jurnalis dan pihak penjaga pintu dari panitia acara.
Beberapa wartawan mengaku diusir dan dilarang masuk ke area konser meski telah menunjukkan identitas resmi media. Sementara itu, penonton umum diperbolehkan keluar-masuk tanpa kendala.
“Kami datang menjalankan tugas jurnalistik, bukan untuk menonton. Tapi diperlakukan seperti orang asing di rumah sendiri,” ujar HK, salah satu jurnalis yang turut menjadi korban penghalangan liputan.
Dugaan Pelanggaran UU Pers
Praktisi hukum dan akademisi Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM dari Law Office Putra Pratama & Partners menilai tindakan EO tersebut bisa dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Tindakan penghalangan terhadap jurnalis bukan sekadar miskomunikasi, melainkan pelanggaran hukum serius,” tegas Imam.
Ia mengingatkan, Pasal 18 UU Pers menyebut bahwa siapa pun yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
Seruan Evaluasi dan Tindakan Tegas
Law Office Putra Pratama & Partners mendesak agar penyelenggara konser segera meminta maaf secara terbuka dan menjamin akses liputan yang adil bagi seluruh media. Selain itu, Pemkab Pemalang dan aparat terkait diminta turun tangan mengevaluasi izin serta mekanisme pengamanan agar tidak ada pembungkaman informasi di ruang publik.
“Ketika wartawan dihalang-halangi, yang dirampas bukan hanya hak jurnalis, tapi juga hak rakyat untuk tahu. Dan itu sangat berbahaya bagi demokrasi,” lanjut Imam.
Organisasi pers di Pemalang juga diimbau untuk mendokumentasikan setiap bentuk penghalangan dan melaporkannya secara resmi ke Dewan Pers sebagai bukti pelanggaran kebebasan pers.
Ancaman terhadap Kebebasan Pers
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi dunia jurnalisme daerah. Banyak pihak menilai insiden tersebut sebagai tamparan keras bagi kebebasan pers di Pemalang. Jika dibiarkan, pembatasan terhadap media dapat menimbulkan preseden buruk bagi transparansi publik.
“Ini bukan sekadar soal wartawan tidak boleh meliput konser. Ini tentang bagaimana kebenaran dan informasi publik bisa dikebiri atas nama kepentingan komersial. Dan kami tidak akan diam,” tutup Imam Subiyanto.
Penulis: Ramsus

 
					






 
						 
						 
						 
						