Kota Serang — Suasana Kantor Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau–Ciujung–Cidurian (BBWSC3) pada Selasa (09/12/2025) memanas setelah sekitar dua puluh warga dari empat desa terdampak penggusuran mendatangi kantor tersebut untuk melakukan audiensi. Mereka berasal dari Desa Sindang Panon, Sukaharja, Sindang Asih, dan Wanakerta, Kabupaten Tangerang, dan didampingi oleh Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA).
Kedatangan warga merupakan tindak lanjut dari penggusuran pada 23–24 Juli 2025, yang mengakibatkan 194 rumah dan lapak di sepanjang bantaran Sungai Cidurian rata dengan tanah. Penggusuran dilaksanakan oleh BBWS Banten, dikawal satu kompi Satpol PP, serta aparat TNI–Polri.
Pihak Balai menyebut penggusuran dilakukan sebagai bagian dari rehabilitasi aliran Sungai Cidurian, dengan alasan bangunan warga berada di area sepadan sungai dan dikategorikan sebagai bangunan liar. Pernyataan tersebut dianggap melukai warga, yang merasa sudah puluhan tahun menempati dan membangun rumah mereka secara mandiri tanpa pernah diganggu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Warga Kehilangan Rumah dan Penghasilan
Tak hanya kehilangan tempat tinggal, warga juga mengalami kerugian ekonomi karena hilangnya mata pencaharian. Nilai kerugian diperkirakan mencapai Rp10 juta hingga Rp100 juta per orang. Anak-anak pun disebut mengalami trauma akibat menyaksikan proses penggusuran.
Dalam audiensi, warga menegaskan dua kelalaian besar BBWS:
-
Tidak pernah dilakukan konsultasi bermakna dengan warga.
Menurut AGRA, BBWS hanya mengirimkan surat pemberitahuan tiga kali, tetapi tidak pernah duduk bersama warga untuk membicarakan rencana, mitigasi, maupun solusi sebelum penggusuran dilakukan. -
Tidak ada kompensasi ataupun ganti rugi bagi warga terdampak.
Warga menilai penggunaan istilah bangunan liar hanyalah dalih untuk menghindari tanggung jawab memberikan kompensasi.
“Dulu sebelum digusur, kami masih punya penghasilan untuk hidup dan menyekolahkan anak. Sekarang semuanya hilang,” keluh salah seorang perwakilan warga.
BBWS Tetap Menolak Ganti Rugi
Menanggapi tuntutan tersebut, perwakilan BBWS Banten menegaskan bahwa tindakan penggusuran telah dilakukan sesuai prosedur. Mereka menolak memberikan ganti rugi karena menganggap bangunan warga berdiri di atas aset negara.
Pernyataan itu membuat warga semakin kecewa. Dua tuntutan kembali disampaikan:
-
BBWS wajib memberikan kompensasi sesuai kerugian warga.
-
Menghentikan seluruh rencana penggusuran lanjutan sebelum ada mufakat dengan warga.
Merasa tidak mendapatkan jawaban memuaskan, warga sepakat akan terus memperjuangkan hak mereka.
“Kami akan terus melawan demi keadilan di negeri sendiri,” tegas salah satu warga dalam audiensi.
(Sugeng Triono)






