Jakarta — Puluhan warga RT 15 RW 02 Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, mendatangi Balai Kota DKI Jakarta pada Kamis (27/11/2025) untuk menyampaikan kekecewaan mereka terkait rencana relokasi yang dinilai terlalu singkat dan tanpa dialog. Warga menyebut tenggat relokasi dua pekan baru mereka ketahui dari media sosial, tanpa penjelasan maupun sosialisasi resmi dari pemerintah.
Salah satu perwakilan warga, Emo, mengatakan kedatangan mereka merupakan aksi damai untuk meminta penjelasan langsung dari Gubernur DKI Jakarta.
“Kami semua datang ke sini dari Cipinang Besar Selatan RT 15 RW 02. Maksud aksi ini aksi damai, memohon kepada Bapak Gubernur secara langsung,” ujar Emo.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menegaskan bahwa sedikitnya 100 kepala keluarga yang tinggal di lokasi tidak pernah diajak berdiskusi mengenai rencana pengosongan lahan. Warga merasa keputusan relokasi yang diberikan hanya dua pekan tersebut diambil secara sepihak.
“Sedangkan kami warga di situ yang jumlahnya kurang lebih 100 Kartu Keluarga tidak diajak diskusi terkait pengosongan lahan. Makanya kami datang meminta keadilan. Kami ini warga resmi, ber-KTP DKI. Kami juga menuntut hak-hak kami diberikan,” tegasnya.
Emo juga menjelaskan bahwa warga sebenarnya ingin tetap tinggal di lokasi yang mereka tempati selama bertahun-tahun berdasarkan izin lisan dari pihak yayasan pemilik lahan.
“Warga sebenarnya pengennya tetap di situ. Dulu kami dapat izin dari yayasan. Izin secara lisan, bukan secara tertulis,” ungkapnya.
Meski demikian, warga menyatakan siap mengikuti kebijakan pemerintah bila legalitas tanah sudah terbukti dimiliki Pemprov DKI. Mereka hanya meminta relokasi yang sesuai kondisi ekonomi dan pekerjaan mereka.
“Kalau memang tanah tersebut secara legalitas sudah milik DKI, ya kita akan nurut. Kita juga boleh direlokasi, tapi kalau bisa di kapling-kapling tanah kosong. Kalau relokasi ke rumah susun yang jauh, kami terkendala anak sekolah, terkendala pekerjaan. Kami pemulung, butuh tempat memilah barang,” kata Emo.
Perwakilan warga lainnya, Edi, juga menekankan bahwa selama ini warga memahami lahan tersebut sebagai milik yayasan.
“Tempat tinggal kami lagi diusik, Pak, karena kami tahu itu tanah yayasan, bukan tanah Pemda. Mata pencaharian kami juga di situ,” ujarnya melalui mobil komando.
Edi turut menolak dipindahkan dalam waktu dekat karena mempertimbangkan pendidikan anaknya.
“Saya tidak mau dipindahkan untuk sementara ini karena anak saya masih sekolah. Sulit kalau pindah ke tempat lain,” tambahnya.
Warga meminta Pemprov DKI membuka ruang dialog untuk memberikan kejelasan status lahan serta merumuskan opsi relokasi yang tidak mengganggu keberlangsungan pendidikan anak-anak maupun akses terhadap mata pencaharian mereka sebagai pemulung.






