instagram youtube

Idealisme Rakyat versus Realitas Politik

Wednesday, 10 September 2025 - 07:59 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

dok ist

dok ist

Depok – Gelombang desakan publik terhadap transparansi dan efisiensi anggaran daerah terus menguat. Isu tunjangan perumahan anggota DPRD Depok menjadi sorotan setelah masyarakat menilai besaran tunjangan tersebut terlalu fantastis. Berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwal) Depok Nomor 97 Tahun 2021, besaran tunjangan yang diterima adalah Rp47,1 juta per bulan untuk Ketua DPRD, Rp43,1 juta untuk Wakil Ketua DPRD, dan Rp32,5 juta untuk setiap anggota DPRD.

Kegelisahan publik memicu rencana demonstrasi besar pada awal September 2025. Namun, rencana aksi yang sedianya berlangsung pada 3 September itu batal digelar setelah pertemuan antara Wali Kota Depok, Supian Suri, dengan perwakilan masyarakat dan Ketua DPRD Ade Supriyatna. Pertemuan menghasilkan kesepakatan untuk mengevaluasi aturan tunjangan agar lebih sesuai dengan asas kewajaran dan kebutuhan masyarakat.

Salah satu penggerak utama aksi ini adalah Adam, koordinator lapangan yang juga dikenal sebagai bagian dari tim sukses Wali Kota Depok. Ia menyerukan penghapusan tunjangan perumahan DPRD dan berhasil memobilisasi masyarakat luas. Semangatnya mencerminkan apa yang pernah diungkapkan Tan Malaka, bahwa “idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Idealisme Pemuda versus Politik Transaksional

Konteks ini tidak bisa dilepaskan dari realitas politik Indonesia. Ian Wilson dalam bukunya Politik Jatah Preman menggambarkan bagaimana demokrasi pasca-Orde Baru sering kali dikendalikan oleh transaksi politik. Mobilisasi massa dalam pemilu lebih banyak digerakkan oleh uang, hadiah, atau sembako, bukan oleh gagasan dan dialektika seperti di masa awal kemerdekaan.

Fenomena mahalnya biaya politik tercermin dari banyaknya anggota DPRD yang harus menggadaikan SK keanggotaan ke bank demi menutup biaya kampanye. Aktivis dengan keterbatasan dana semakin sulit masuk ke panggung politik formal. Akibatnya, wajah politik lebih didominasi oleh pengusaha, artis, dan figur bermodal besar.

baca juga  Sampah: Masalah Kita, Solusi Kita

Sejarah Pemuda Progresif: Inspirasi Perubahan

Di tengah realitas politik yang pragmatis, sejarah menunjukkan peran vital pemuda progresif revolusioner sebagai motor perubahan bangsa. Dari peristiwa Rengasdengklok hingga mobilisasi massa di Lapangan Ikada 19 September 1945, pemuda tampil sebagai pendobrak status quo.

Figur seperti Brigjen (Purn.) Daan Yahya, yang konsisten berpihak pada rakyat hingga terlibat dalam Petisi 50 tahun 1980, menjadi contoh nyata pemuda yang berani melawan kekuasaan demi kepentingan publik.

Menurut sejarawan JJ Rizal, pemuda progresif berbeda dengan pemuda “bapakisme” yang lebih mementingkan privilese. Pemuda progresif selalu berpikir jauh ke depan, membawa aspirasi rakyat, dan menolak kompromi atas prinsip.

Tantangan dan Jalan ke Depan

Pertanyaan krusial muncul: bagaimana pemerintah pusat dan daerah menghadapi gelombang idealisme pemuda di tengah realitas politik yang serba transaksional?

Jawaban utamanya adalah pengetahuan. Pemuda harus dipersenjatai dengan literasi sejarah, politik, dan gagasan kebangsaan. Membaca karya-karya pendiri bangsa seperti Madilog (Tan Malaka), Di Bawah Bendera Revolusi (Soekarno), dan tulisan-tulisan Sutan Sjahrir akan membentuk daya kritis yang tajam.

Di sisi lain, pemerintah—termasuk Pemkot Depok—perlu menyediakan ruang dialektika terbuka. Forum-forum diskusi resmi antara pejabat daerah dan pemuda harus digelar, bukan sekadar meredam aksi massa. Dialektika inilah yang bisa menghasilkan solusi konstruktif untuk pembangunan yang lebih partisipatif.

Penutup

Kasus tunjangan perumahan DPRD Depok menunjukkan benturan antara idealisme rakyat dan realitas politik yang sarat pragmatisme. Pemuda, dengan idealismenya, kembali berada di garda terdepan memperjuangkan keadilan. Namun tanpa reformasi sistem politik dan budaya partisipasi masyarakat yang sehat, harapan melahirkan pemimpin yang benar-benar hidup seperti rakyat masih sebatas cita-cita.

Sejarah mengajarkan, perubahan selalu datang dari keberanian pemuda. Kini, tantangannya adalah bagaimana mengawal idealisme itu agar tidak terjebak dalam arus politik transaksional yang masih kuat menguasai panggung demokrasi Indonesia.

baca juga  Kerajaan Bakso di Kampung Family Pilihan Kuliner Baru

Oleh: Novita Sari Yahya – Penulis dan Peneliti
Penulis buku: Romansa Cinta, Padusi: Alam Takambang Jadi Guru, Novita & Kebangsaan, Makna di Setiap Rasa, Siluet Cinta, Pelangi Rindu, Self Love: Rumah Perlindungan Diri
Kontak: 089520018812 | Instagram: @novita.kebangsaan

Facebook Comments Box

Berita Terkait

“Senyum yang Dititipkan November”
Alumni SDN Pulo 02 Petang Kebayoran Baru, Mengadakan Temu Kangen di Villa Salma Syariah Resort Cisarua Bogor
Hari Pahlawan Dalam Lintas Sejarah
Sumpah Pemuda Dalam Lintasan Sejarah
Ruang Talenta ABK: Wadah Kreatifitas & Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus di Tangerang Selatan
Jolly Craft: UMKM Anyaman Plastik daur ulang yang Terus Melaju
Sejarah Peradaban dan Perkembangan Mancing
Mengenang Sejarah TNI, Pilar Pertahanan Bangsa

Berita Terkait

Wednesday, 19 November 2025 - 22:36 WIB

“Senyum yang Dititipkan November”

Monday, 17 November 2025 - 12:36 WIB

Alumni SDN Pulo 02 Petang Kebayoran Baru, Mengadakan Temu Kangen di Villa Salma Syariah Resort Cisarua Bogor

Monday, 10 November 2025 - 17:41 WIB

Hari Pahlawan Dalam Lintas Sejarah

Tuesday, 28 October 2025 - 15:17 WIB

Sumpah Pemuda Dalam Lintasan Sejarah

Friday, 17 October 2025 - 17:31 WIB

Ruang Talenta ABK: Wadah Kreatifitas & Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus di Tangerang Selatan

Berita Terbaru

Oplus_131072

Politik

Satpol PP Pontianak Amankan 51 Layangan di Pontianak Timur

Sunday, 30 Nov 2025 - 21:53 WIB